Cloud computing tidak hanya mengubah cara kita menggunakan
sumberdaya komputasi, tetapi juga merevolusi karakteristik dan desain aplikasi
masa kini.
Di masa depan, komputasi tidak lagi bergantung pada
infrastruktur tradisional semata. Dengan berbagai kelebihan dan contoh
implementasi yang sudah banyak dipaparkan, cloud computing akan menjadi
infrastruktur komputasi andalan. Maka mau tak mau aplikasi pun akan bekerja di
lingkungan komputasi awan. Oleh karenanya cloud tak pelak akan berdampak pada
cara mendesain dan cara kerja aplikasi generasi baru. Di samping itu, karakter
aplikasi-aplikasi generasi baru tersebut juga tak lepas dari pengaruh kebutuhan
pengguna masa kini.
Nah, apakah perbedaan karakteristik aplikasi tradisional
dengan aplikasi masa kini yang dirancang untuk dan bergantung pada
infrastruktur cloud? Yang paling pokok adalah pengembangan aplikasi tradisional
dilandaskan pada prakiraan/prediksi: berapa jumlah penggunan ya, perangkat apa
yang digunakan untuk mengaksesnya, dan berapa sumber daya serta infrastruktur
yang akan digunakan untuk menjalankan aplikasi tersebut.
Aplikasi cloud tidak dapat bekerja dengan landasan demikian.
Kalau dulu, siapa dan jumlah pengguna aplikasi dapat diketahui dengan
pasti—misalnya hanya karyawan—kini tidak lagi. Selain dari lingkungan internal
perusahaan, pengguna pun mungkin datang dari kalangan pelanggan, mitra,
atau pihak-pihak lain yang tertarik menggunakannya. Singkatnya, aplikasi cloud
akan menghadapi populasi atau massa mengambang.
Sekarang, mari kita lihat dari sisi pengguna. Jangan kira
user akan mengakses aplikasi dengan perangkat-perangkat standar. Ada berbagai
jenis perangkat komputasi di luar sana yang mungkin mereka gunakan. Bahkan
bukan tidak mungkin jika di masa depan, user mengakses aplikasi lewat perangkat
yang sama sekali jauh dari bayangan kita tentang perangkat komputasi, misalnya
jam pintar, mesin pendingin, atau peralatan pemantau kesehatan.
Bagaimana dengan infrastruktur di belakangnya? Sudah jelas
bahwa aplikasi ini akan berjalan di cloud. Kemungkinannya adalah aplikasi
tersebut tidak berjalan di atas infrastruktur tertentu (dedicated
infrastructure), bahkan mungkin infrastruktur tersebut tidak dimiliki sendiri.
Bisa jadi aplikasi kita letakkan di infrastruktur milik pihak ketiga, seperti
Amazon Web Services, Google, atau Microsoft Azure.
Lebih jauh lagi, aplikasi tersebut tidak akan bersemayam di
satu server atau storage tertentu. Para penyedia infrastruktur cloud
menjalankan bisnisnya di atas shared infrastructure dengan banyak
pelanggan/tenant menaruh sistem atau aplikasinya di sana, dan workload dapat
berpindah dari satu pelanggan ke pelanggan lain.
Dari sisi biaya, aplikasi cloud tidak mensyaratkan capital
expenditure dan biayanya dihitung berdasarkan besar sumberdaya yang digunakan.
Sebaliknya, aplikasi tradisional membutuhkan investasi awal untuk infrastruktur
penopangnya. Infrastruktur tersebut disiapkan untuk penggunaan sampai skala
kapasitas tertentu yang telah diprediksi sebelumnya. Masalahnya adalah terpakai
100 persen atau tidak, biaya amortisasi dan depresiasi akan ditanggung oleh
pemilik aplikasi.
Dengan masa depan komputasi di cloud, mau tak mau aplikasi
pun akan beranjak ke sana. Inilah waktunya bagi organisasi dan pengembang
aplikasi untuk segera menyesuaikan desain aplikasi agar bekerja lebih
optimal di atas platform cloud.
Sumber : http://www.infokomputer.com/2014/02/fitur/revolusi-aplikasi-di-era-cloud/
diakses pada 4/18/2014 13:28
diakses pada 4/18/2014 13:28
Komentar
Posting Komentar